Konflik
antar kelompok di masyarakat multikultural adalah sebuah realitas yang sering
terjadi. Perbedaan agama, etnis, budaya, dan nilai-nilai seringkali menjadi
penyebab terjadinya konflik antar kelompok. Dalam hal ini, teori konflik oleh
Karl Marx dapat digunakan sebagai alat analisis untuk memahami fenomena
tersebut. Marx memandang konflik sebagai bagian dari dinamika sosial yang
terjadi dalam masyarakat. Dalam artikel ini, akan dijelaskan tentang analisis
konflik antar kelompok di masyarakat multikultural menggunakan teori konflik
oleh Karl Marx.
Menurut
Marx, konflik adalah bagian dari dinamika sosial yang tidak dapat dihindari.
Konflik terjadi ketika ada ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, seperti
kekayaan, kekuasaan, dan akses ke pendidikan dan pekerjaan. Dalam masyarakat
multikultural, ketidakadilan semacam itu dapat timbul karena perbedaan status
sosial yang dianggap penting, seperti perbedaan agama atau etnis.
Konflik
antar kelompok di masyarakat multikultural dapat timbul karena adanya
ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan. Dalam
masyarakat multikultural, beberapa kelompok mungkin lebih diuntungkan
dibandingkan dengan kelompok lain dalam hal ini, sehingga dapat memicu konflik
antar kelompok.
Selain
itu, konflik antar kelompok juga dapat terjadi karena adanya perbedaan budaya
dan nilai-nilai yang dianggap penting. Konflik semacam ini dapat terjadi ketika
satu kelompok merasa nilai-nilainya terancam oleh kelompok lain, atau ketika
satu kelompok merasa tidak dihormati oleh kelompok lain.
Salah
satu bentuk konflik antar kelompok yang sering terjadi di masyarakat
multikultural adalah diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika seseorang atau
kelompok dihakimi atau diperlakukan tidak adil karena perbedaan yang dimiliki,
seperti perbedaan agama atau etnis.
Dalam
konteks teori konflik Marx, diskriminasi dapat dipahami sebagai bentuk
ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Diskriminasi dapat terjadi ketika
sumber daya dan kesempatan yang seharusnya dapat diakses oleh semua kelompok,
justru dikuasai oleh kelompok tertentu yang merasa lebih unggul.
Selain
itu, konflik antar kelompok di masyarakat multikultural juga dapat timbul
karena adanya persaingan dalam akses ke lapangan pekerjaan. Ketika satu
kelompok merasa diuntungkan dalam akses ke lapangan pekerjaan, sementara
kelompok lain mengalami kesulitan, konflik antar kelompok dapat terjadi.
Konflik
antar kelompok di masyarakat multikultural juga dapat terjadi ketika ada
perbedaan pandangan politik dan ideologi. Perbedaan ini dapat menimbulkan
konflik yang berakar pada pandangan dunia yang berbeda antara kelompok satu
dengan yang lain.
Dalam
hal ini, teori konflik Marx menjelaskan bahwa konflik antar kelompok tidak
dapat dihindari dalam masyarakat kapitalis karena adanya perbedaan kepentingan
antara pemilik modal dan pekerja. Konflik semacam ini dapat terjadi pada level
individu, kelompok, atau bahkan kelas.
Dalam
masyarakat multikultural, konflik antar kelompok dapat menjadi semakin kompleks
karena adanya perbedaan bahasa, tradisi, dan nilai-nilai yang berbeda. Hal ini
dapat menyulitkan proses komunikasi dan memperdalam kesenjangan antar kelompok.
Untuk
mengatasi konflik antar kelompok di masyarakat multikultural, diperlukan upaya
untuk memperkuat kesetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan,
serta mempromosikan pengertian dan toleransi terhadap perbedaan. Hal ini dapat
dilakukan melalui pendidikan dan kampanye sosial yang mempromosikan
inklusivitas dan keberagaman.
Sumber:
Marx, K. (1971). Das Kapital. New York: Penguin Classics.
Bell, D. A., & Newby, H.
(1971). The sociology of community
conflict. London: Heinemann.
Lederach, J. P. (1995). Preparing for peace: Conflict transformation
across cultures. Syracuse University Press.
Kriesberg, L. (2007). Constructive conflicts: From escalation to
resolution. Rowman & Littlefield Publishers.