You’re Not Really My Best Friend #4

 Ditulis oleh: firasyr

Aku memeluk Virgo erat. Hatiku hancur. Anehnya aku tidak bisa menangis. Terlalu takut jatuh karena Virgo membawa motornya terlalu kencang. Virgo membawaku ke sebuah danau yang tenang. Aku duduk disebuah bangku memandang air danau yang kehijauan. Matahari masih terik, Virgo mencarikan aku sebotol air mineral.

“Nih, minum dulu!” sebuah botol air mineral sudah tidak tersegel disodorkan olehnya dihadapanku.

“Thanks.” Aku meminumnya. Aku sudah lebih tenang sekarang. Virgo berjongkok dihadapanku, posisi yang banyak laki-laki lakukan saat melamar seorang perempuan.

“Cherrya. Lo nggak boleh sedih karena hal tadi, lo nggak pantes buat dia. Lo harus tetap ceria, oke.” Katanya halus padaku. Aku memandangi wajahnya dengan dua tahi lalat kecil di pipi kanannya itu. Aku tidak pernah tahu akan berakhir seperti yang Virgo katakan padaku. Seharusnya dulu aku percaya bahwa Kenan seorang playboy. Aku mengindahkan kata-katanya dan memilih kebahagiaan yang berujung penderitaan. Akhirnya aku menangis. Menangis cukup keras. Air mataku berderai membasahi kedua pipiku. Virgo bangkit dan duduk di sebelahku. Menarikku kedalam pelukannya. Begitulah akhir perjalanan kisah cintaku dimasa SMA.

Tak terasa ujian kenaikan kelas telah usai. Dua tahun pertama kami lalui dibangku yang sama. Tidak banyak yang berubah. Teman-teman kami yakin kami berdua tidak akan berpacaran. Virgo banyak mengikuti perlombaan sebelum ia naik ke kelas dua belas. Dimana terdapat aturan bahwa seluruh siswa kelas tiga harus berhenti dalam ekskul yang mereka ikuti di semester genap. Pada semester ganjil setiap siswa hanya boleh mengikuti ekskul namun tidak mengikuti perlombaan dalam bentuk apapun. Hal tersebut diberlakukan untuk membuat semua siswa fokus dalam pelajaran dan memilih perguruan tinggi yang akan dimasuki.

“Nggak pa-pa udah, jadi runner up sekali-kali.” Kataku pada Virgo yang sedang melap keringatnya yang bercucuran. Pertandingan terakhir sekolahku kalah telak oleh sekolah lawan. Virgo terlihat kurang puas dengan hasil yang ia terima.

“Kurang kerjasama tadi. Gara-gara clash, cewek segala dibawa-bawa ke lapangan. Dasar!” keluhnya sambil membanting botol air mineral ke tong sampah.

“Yaudah, mau gimana lagi? Udah kejadian.” Kataku tidak menenangkan.

“Lo nggak ngerti, ini pertandingan terakhir yang bisa gue ikutin! Gue mau match ini tuh bisa gue kenang baik untuk terakhir kali di sekolah ini!” bentaknya padaku. Aku terdiam kaget.

“gue balik sama anak-anak yang lain aja deh. Lo kayaknya lagi butuh waktu sendiri.” kataku yang berhenti berjalan. Virgo menoleh kearahku.

“Plis! Kalo lo pergi, gue lebih kacau dari ini. Lo balik bareng gue.” Ajaknya. Aku mengangguk dengan wajah sedikit badmood.

Di motor ia menarik tanganku, “Gue mau ngebut, pegangan yang kencang!” teriaknya dari balik helmnya. Aku memeluknya erat. Aku tahu, hari ini dia kesal sekali dan merasa kecewa dengan tim dan permainannya. Aku tidak marah atas bentakannya tadi, aku mengerti keluhannya. Ia mengajakku pulang kerumahnya.

“Gue mandi dulu, nyalain aja tv atau psnya kalo lo mau mainin.” Katanya sambil berlari kecil menuju kamarnya dilantai dua.

Aku hanya diam dan berjalan menuju ruang tv. Ternyata di rumah Virgo sedang ada Kak Reza bersama Kak Lika. Aku tersenyum dan berbalik badan menuju ruang tamu. Aku berniat menunggu Virgo di ruang tamu. Tak Lama Kak Reza dan Kak Lika mendangiku di ruang tamu.

“Hai, Cher!” sapa Kak Reza, “lama nggak liat kamu kerumah, ya Ka?” tanyanya pada kekasihnya.

“He-eh, kemana aja?” tanya Kak Lika. Aku tahu mereka berdua mungkin ingin minta maaf, mungkin mereka merasa bersalah karena telah mengetahui kebohongan Kenan selama ini.

“hehe iya Kak, Virgo yang main kerumah soalnya.” Kataku sedikit tertawa kecil. Aku sudah melupakan insiden dua bulan itu. Kenan masa laluku yang menyedihkan, aku tidak terlalu memikirkannya setelah putus. Berkat Virgo yang setiap hari menghiburku, mengajakku melakukan segala hal untuk bisa melupakan Kenan.

“Kita mau minta maaf ya, Cher. Kamu sakit hati banget pasti sama kelakuan Kenan, ya?” kata Kak Lika, aku terdiam mendengarnya.

“Kita nggak tahu Kenan dateng, soalnya sehari sebelum acara, aku hubungin Kenan bilang nggak bisa dateng. Tau-tau dia nongol sama orang lain.”

“Ngapain sih, bahas-bahas si Brengsek itu?!” Virgo mendatangi kami, rambutnya masih basah karena sampoan.

“Vir, udah deh.” Kataku dengan maksud aku sudah baik-baik saja dengan kejadian hari itu.

“Nggak, Cher! Nggak perlu lo inget-inget hal yang buat lo sakit. Kak Reza sama Kak Lika nggak tahu lo sesakit apa dan gimana bisa lupain semua itu. Jadi nggak perlu ngungkit-ungkit hal itu, paham?!”

“Kita paham, Vir!” kata Kak Reza.

“Udah deh bang, jangan ganggu Cherry. Nanti dia nggak mau main kesini lagi. Kecuali nggak ada bahasan soal si Brengsek itu!” Virgo menarik tanganku, “Tunggu di atas aja. Gue pake baju rapi dulu, terus kita keluar.” Aku hanya mengikuti langkah Virgo menuju lantai atas.

Tidak ada komentar: