Setelah Virgo tahu dimana rumahku, yang hanya
berjarak satu kilometer dari sekolah. Keesokan harinya tanpa aku ketahui, ia
memanggilku dijam sarapanku sebelum berangkat menuju sekolah. Bi Inah
mendatangiku yang sedang dimeja makan bersama Mama dan Papa.
“Mba Cherry, ada yang nyari didepan. Katanya namanya
Virgo, ngajak berangkat bareng.”
Aku kaget mendengar perkataan Bi Inah. Bisa-bisanya
kemarin dia malu dengan orang rumah dan hari ini justru datang menjemputku ke
sekolah.
“Virgo siapa, Cher?” tanya Papa.
“Oh, itu teman sekelas aku. Perlu aku kenalin dulu?”
tanyaku pada Papa dan Mama.
Mama tersenyum, “Nggak usah, udah sana berangkat 15
menit lagi setengah tujuh tuh. Kapan-kapan aja ajak dia main ke rumah, ya nak.”
Aku mengangguk pelan sambil tersenyum lalu bergegas
membenahi piring dan gelas yang habis ku pakai. Kemudian, berpamitan dengan ke
dua orangtuaku. Sesampainya diluar, seuntai senyum dari laki-laki kurus itu
nampak dari celah helm yang kacanya sudah dibuka.
“halo, Ceri!” Sapanya pagi itu.
“Lo ngapain sih? Rumah gue kan deket, gue bisa kok
jalan kaki.”
“Lo pake detergen apa sih, Cer? Kok jaket gue wangi
banget?” alihnya.
“Heh gue kan nanya! Jaket lo bau lemari gue mungkin.
Detergen sama softenernya yang rata-rata orang pake, kok.” Aku menatap dia yang
mengangguk, “gue naik nih?” tanyaku bingung.
“Iyalah masa gue jemput tapi lo jalan kaki.” Kemudian
aku pun naik ke atas motornya. Tak lama kemudian ia pun berlalu melajukan
motornya.
Setiap pagi, setiap hari sejak awal masuk sekolahku,
Virgo menjemputku untuk bersama berangkat kesekolah. Berkat kegigihannya untuk
berteman denganku, akhirnya kami pun duduk berdampingan dikelas. Kami mulai
banyak bercerita satu sama lain. Kemana-mana kami selalu berdua. Banyak teman
kami yang bertanya apakah kami sudah lebih dulu kenal sebelum masuk sekolah,
atau kami berpacaran. Namun jawabannya tidak, selain insiden jus tumpah. Virgo
anak yang supel dan humoris. Dia juga anak yang ramah serta cerdas di bidang
Matematika dan Olahraga. Aku memilih ekskul Paduan Suara, karena hobi
menyanyiku. Sedangkan Virgo mengambil ekskul Basket. Hanya hari selasa dan
kamis kami tidak pulang bersama, karena Selasa aku mengikuti paduan suara dan
kamis Virgo bermain basket. Ia juga sudah aku kenalin ke Papa dan Mama, karena
suatu hari di akhir minggu tiba-tiba ia datang membawa sekotak donat ke rumahku.
“Mba Cherry, ada Mas Virgo di bawah.” Kata Bi Inah
dari balik pintu kamarku.
Aku yang kaget mendengar suara Bi Inah dari balik
pintu bergegas membukanya, “Hah? Virgo Bi? Sekarang?” tanyaku berharap aku
salah dengar.
“Iya, Mba. Bawa donat juga. Lagi ngobrol sama Ibu.”
“Yaudah, Bi, nanti Aku ke bawah habis ganti baju.
Celana aku kependekan. Makasih ya, Bi.”
“iya, Mba.” Aku bergegas ganti baju dan celanaku. Aku
belum mandi, hanya cuci muka dan sikat gigi saja. Sabtu pagiku adalah waktuku rebahan
sambil membaca E-book. Virgo tidak pernah datang sebelumnya untuk main di akhir
pekan seperti ini. Kali ini adalah yang pertama. Bagiku tidak masalah, karena
aku juga tidak ada kegiatan kecuali sepupuku datang kerumah.
“Elo, Vir. Tumben hari sabtu gangguin gue.” Ledekku
sambil tersenyum sinis.
“Cherry, nggak boleh gitu ah. Tuh Virgo bawain donat.
Yaudah, Virgo, Tante masak dulu ya. Kalau mau jalan Mama ada di dapur.” Mama
pun bangkit dari duduknya dan pergi menuju dapur.
“Sorry ya, Cher, gue ganggu males-malesan lo. Gue
gabut banget dirumah sendiri. Ortu gue lagi kondangan. Abang gue sparing
futsal. Bosen juga main ps mulu. Jalan yuk!” ajaknya setelah menjelaskan.
“Kemana?”
“Nonton? Makan? Jogging? Kemana kek, lo mau kemana?”
“Gue kan nanya elo, kenapa jadi elo nanya balik ke
gue, Vir...!”
“Ngopi? Ngemol? Kaya anak-anak jaman now? Hahaha!”
“Gue mandi dulu tapi ya?”
“WHAT? Pantes dari tadi kok gue kaya nyium bau asem
darimana gitu.” Ledeknya sambil menutup hidungnya.
“Ye kurang asem lo! Gue kasih ketek baru tau rasa!” begitulah kami.
Kadang bertengkar, kadang saling meledek. Aku dan dia memang
saling mengerti. Setidaknya begitu menurutku. Setelah hari ini, Virgo jadi
lebih sering datang kerumahku di akhir pekan. Mengajakku jalan, olahraga pagi
atau sore di sekitar rumahku, makan dimsum kesukaanku, ke minimarket hanya
untuk jajan es krim, atau sekedar ngobrol di beranda belakang rumahku sambil
melihatku bernyanyi sembari menyirami tanaman Mama, dan bermain PS dirumahnya.
Seperti Virgo aku pun sudah beberapa kali diajak main kerumahnya. Selain untuk
kerja kelompok dan bermain PS, Virgo sering mengajakku pada hari-hari spesial
yang adakan oleh keluarganya. Seperti saat orangtuanya Anniversary dan membuat
sebuah pesta kecil di taman belakang rumahnya serta dihadiri keluarga besarnya.
Aku sudah mengenal baik keluarga intinya termasuk Mang Uus dan Bi Marni.
Abangnya yang juga kakak kelas di sekolahku yaitu Ka Reza adalah kapten futsal
disekolah dan yang pasti ia terkenal karena wajahnya yang tampan, sayangnya dia
tipe yang setia dan sudah memiliki pacar yang juga kakak kelasku yaitu Ka Lika,
senior yang sangat cantik diangkatannya, setidaknya begitu menurut para lelaki
di kelasku. Ayah dan Ibunya Virgo merupakan pengusaha rumah makan yang sudah
memiliki lima cabang di beberapa daerah di pulau Jawa. Aku juga beberapa kali
diajak pergi bersama keluarganya ketika berlibur.
Tidak terasa aku dan Virgo sebentar lagi akan melalui
tahun pertama kami di sekolah ini. Suka dan duka telah kami lalui bersama.
Status hubungan kami telah berubah dari teman menjadi sahabat. Semua
teman-temanku dan Virgo tidak banyak yang percaya bahwa kami tidak memiliki
perasaan yang sama selain rasa sayang kami sebagai sahabat. Hingga suatu hari
seorang kakak kelas temannya Kak Reza mendatangiku ke kelas dan meminta
kontakku.
“Cherry, aku boleh minta kontak kamu? Whatsapp, IG?”
tanyanya padaku yang lagi bermain hp di podium guru.
“Ka Kenan?” aku sedikit syok. Pasalnya setelah
beberapa kali menonton ia dan Kak Reza bermain futsal saat aku berlatih paduan
suara karena hari yang sama, aku tidak pernah berbicara sama kakak kelas
manapun meskipun mereka teman Kak Reza. Kenan adalah kakak kelas berkulit sawo
matang dengan alis mata tebal. Beberapa kali kami bertemu di kantin maupun saat
pulang dan datang ke sekolah. Aku hanya berani menyapa Kak Reza karena aku
tidak dekat dengan yang lainnya. Ia hanya tersenyum melihatku yang sedikit
kaget.
“Boleh nggak?” tanyanya lagi.
“Oh iya boleh,” lalu aku sebutkan nomor hp ku dan
akun instagramku, “followback ya.” Katanya sambil tersenyum manis kemudian
keluar dari kelas. Teman-temanku yang perempuan mengerubutiku seperti semut
menemukan gula. Mereka bertanya ini-itu kepadaku tentang Kenan. Tak lama
kemudian Virgo datang bersama segerombolan anak laki-laki yang habis bermain basket
di jam istirahat yang kurang dari limat menit lagi bel berbunyi. Ia mencariku
dan menemukanku sedang di kelilingi oleh anak-anak perempuan lainnya. Hingga
bel pun berbunyi. Aku kembali ke tempat dudukku bersama Virgo yang raut
wajahnya memuat banyak pertanyaan.
“Kenapa lo di kerubungin gitu? Kaya tukang sayur
keliling komplek aja!” katanya meledek.
“Vir..” aku menatap kosong kearah papan tulis.
“Apaan sih, Cher?! Woy??!!” panggilnya menyadarkanku.
“Virgo, tadi Kenan dateng ke kelas.” Kataku singkat.
“terus?” tanyanya tidak mengerti.
“Lo tau nggak dia ngapain?”
“Beli sayur juga kaya cewek-cewek di kelas? HAHAHA!”
ia tertawa, aku pun menggeleng, “terus ngapain?”
“dia minta nomer gue sama IG gue, Vir! Dia minta
langsung, Virgooo!!!” kataku yang berubah menjadi histeris. Tapi Virgo hanya
terdiam. Lalu ia menjawab.
“Oh.” Singkat dan tidak aku mengerti.
bersambung...