Ditulis
oleh: Firasyr
Virgo adalah sahabatku di sekolah. Pertemuan pertama
kami adalah ketika kami melihat sekolah kami saat ini sebelum akhirnya memilih
sekolah yang sama. Pertemuan tersebut memang sulit untuk dilupakan. Saat itu
sudah kelulusanku dibangku SMP dan Mama memintaku untuk melihat-lihat sekolah
yang ingin aku masuki. Sayangnya saat itu aku pergi sendiri, Silfy yang awalnya
berjanji untuk menemaniku menyampaikan bahwa ia tidak bisa karena mendadak
diare. Akupun pergi sendiri menuju sekolah yang sebenarnya tidak terlalu jauh
jaraknya dari rumahku. Aku diperbolehkan melihat-melihat sekolah saat jam
pelajaran sudah usai. Menurutku sekolahnya nyaman dan asri. Satpamnya pun
terlihat ramah dan baik, namanya Pak Amri. Aku memasuki setiap sudut hanya
dilantai dasar dan beberapa sarana prasarana yang ada. Kemudian setelah puas
berkeliling aku pun menuju kantin. Namun suatu insiden terjadi, saat berjalan
ke kantin terdapat sebuah tikungan. Tiba-tiba saja seorang anak laki-laki dari
arah berlawanan yang membawa dua buah jus di tangan kanan dan kirinya
menabrakku dengan kencang hingga aku terduduk dan jus yang ia bawa tumpah tepat
dibajuku.
“ADUH!” Aku tersungkur duduk dihadapannya yang
terlihat kaget.
“Eh! Aduh sori..sori... Gue gak liat, sori..” dia
berlari menuju tempat sampah dan membuang jus yang ia beli, kemudian kembali
kearahku dan menyodorkan tangannya ingin membantuku berdiri.
“duh baju gue basah semua nih! Gimana sih, jalan
hati-hati dong udah tau bawa minuman gada tutupnya gitu!” gerutuku.
“iya maaf, gue salah. Gue buru-buru soalnya
ditungguin sama abang gue. Elo sekolah disini?” ia melepaskan Bomber jacket
berwarna army yang ia kenakan.
“engga, bukan. Sebentar lagi, mungkin.” Jawabku
sambil membersihkan sisa-sisa jus yang menempel di kaos yang ku kenakan.
“kaos lo putih, kalau gitu gue pinjemin jaket gue
nanti kalau kita ketemu lagi lo balikin. Gue juga akan jadi siswa disini, jadi
pasti kita ketemu lagi. Gue Virgo, maaf udah menyusahkan lo. Gue harus
buru-buru, nih pakai!” sambil menyodorkan jaketnya kearahku.
Apa-apaan pikirku, emangnya semudah itu minta maaf
dan pergi, “Gak usah, makasih!”
Tiba-tiba dia menarik tanganku dengan paksa dan
menaruh jaketnya dilenganku, lalu ia berlari dan mengindahkan penolakanku.
Dasar orang aneh, seyakin itu dia ngasih barang ke orang yang baru dia temuin
dan nggak dia kenal. Beberapa saat kemudian aku tersadar bahwa orang-orang yang
melewatiku memandangi kaosku yang basah, kaos putih yang terlihat merah jambu
kehijauan karena jus stroberi dan alpukat yang tumpah tadi. Kemudian secepatnya
aku pakai jaket yang laki-laki tadi berikan.
Dua bulan kemudian, ternyata aku keterima di SMA yang
aku inginkan. Sekolah yang dekat dengan rumahku dan juga sekolah negeri pertama
yang aku duduki selama aku bersekolah. Hari pertamaku sudah bisa ditebak,
seperti jaman-jaman sebelumnya mungkin, angkatanku pun diospek. Aku yang
berambut pendek sebahu tidak bisa dikuncir banyak hanya bisa tiga saja,
sedangkan yang aku lihat siswi lainnya yang berambut lebih panjang ada yang
hingga delapan kunciran. Silfy sahabatku di SMP tidak masuk sekolah yang sama
denganku. Ternyata ia harus pindah ke Bandung karena Ayahnya dipindahkan
didaerah Lembang. Sedih sekali, namun aku harus bisa mencari teman yang baru
disekolah ini.
“Hai!!!” seorang anak laki-laki menepuk bahuku.
Seseorang yang sepertinya tidak asing diingatanku. Namun aku tidak yakin siapa
dia.
Aku hanya tersenyum datar kearahnya. Anak laki-laki
berpostur tinggi namun terlalu kurus untuk ukuran tinggi badannya, terus
melihatku dengan seksama.
“Elo tuh, yang waktu itukan? Dua bulan lalu kesekolah
ini dan gue tumpahin jus di baju lo?”
Lalu aku teringat insiden dua bulan lalu saat aku
pertama kali datang kesekolah ini.
“ini gue, Virgo, yang waktu itu pinjemin jaket
kesayangan gue! Benerkan, kita ketemu lagi! Hahahaha!!” dia tertawa. Aku justru
kesal melihatnya.
“Oh elo ya, gue lupa. Tapi jaket lo gue nggak bawa, gue
nggak inget sama lo dan gue nggak terpikir untuk bawa jaket lo itu karena gue
pikir kita nggak akan ketemu lagi.”
“Nggak pa-pa, besok bawa ya. Itu jaket kesukaan gue.
Oya kita belum kenalan yang benerkan, gue nggak tau nama lo siapa. Gue Virgo
kelas 1 IPS 3.”
Hah? Kelas 1 IPS 3 itukan kelas gue. “Gue Cherry,
sekelas sama lo, sepertinya.”
“Wah kita jodoh kayaknya, gue baris dibelakang
soalnya absen gue 3 terakhir,” katanya, “Tunggu deh, nama lo itu nama buah?
Seriusan?”
“panggilan doang, lengkapnya Cherrya Senja Kirana.”
“oh gue ceria, gue kira ceri aja gitu.”
Dan begitulah pertemuan kedua kami disekolah yang ia
sebut dengan ‘berjodoh’.
“Nanti ikut gue pas balik, rumah gue deket dari
sekolah.”
“wih baru kenal lho kita, tapi gue udah diundang main
kerumah, Hahaha!”
“Lo mau jaket lo balik atau engga?” tanyaku malas.
Ternyata Virgo orang yang percaya diri tinggi.
Selepas ospek dan waktu sudah menunjukkan pukul 16.15
WIB. Setelah seharian full berputar-putar dilingkungan sekolah akhirnya kami
dibubarkan dan diminta untuk segera pulang kerumah dan menyiapkan semua
perlengkapan yang diminta untuk dibawa hari esok.
Virgo berlari kearahku yang sudah berjalan pelan
sambil mencopot semua kuncir yang aku pakai. “Ceri!! Woy! Cer! Ceriii!”
panggilnya. Akupun menoleh padanya sebentar dan kembali memalingkan wajahku ke
depan.
“Cer!” panggilnya lagi.
“hmmm..” jawabku malas.
“Gue kerumah lo nih?”
“hmm.” Jawabku singkat.
“Gue bawa motor, cer. Tunggu ya.”
“hmm.”
“ham hem ham hem terus. Tunggu di pos satpam ntar gue
kesitu.” Lalu Virgo berlari menuju parkiran untuk mengambil motornya. Cukup
lama ia mengambil motornya. Beberapa
teman baruku sudah berlalu lalang, sambil mengucapkan sampai jumpa esok. Kurang
dari sepuluh menit, Virgo pun datang membawa motornya. Sebuah motor besar
berwarna merah beserta helm full facenya dan jaket kulit berwarna coklat tua.
Motornya terlalu besar untuk ukuran tubuhnya yang kurus.
“Cer, ayo naik.” Dengan malas aku mendekatinya.
“jujur gue males naik motor gede kaya gini. Boleh gak
gue jalan kaki, lo ngikutin dari belakang?”
“HAHAHA! Lo kira motor gede gini bisa diajak pelan
ngikutin lo jalan dari belakang?”
“Emangnya nggak bisa?”
“berat tau. Udah buru naik, kalo takut jatoh peluk
aja gue.”
“Heh! Masih kecil jangan peluk-peluk! Udah neng naik,
kan enak nggak capek jalan.” Jawab Pak Amir dari dalam pos.
“Ehehe iya, Pak.” Akupun perlahan naik ke atas
motornya sembari memegang pundak Virgo yang sudah ancang-ancang lebih kuat
menahan bebanku saat menaiki motornya.
“Stop!! Stoppp!!” ini rumah gue. Motornya berhenti
melewati pagar rumahku, “lo mau masuk atau tunggu disini?”
“masuk boleh?” tanyanya sedikit kaget.
“kalo mau, engga juga nggak pa-pa. Cuma basa basi aja
kok gue.” Aku pun berlalu darinya.
“besok aja deh, gue buluk, malu ketemu orang rumah
lo. Hehe..” katanya sambil menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal.
“Cuma ada pembantu gue. Yaudah, lo tunggu sini,
kira-kira lima menit.” Kataku sambil membuka selot pagar yang menyangkut.
Setelah mengambil jaketnya, aku pun kembali keluar, “Nih, Thanks ya!” sembari
menyerahkan paper bag berisi jaket miliknya.
“Thanks juga ya, sori kalo waktu itu gue nggak sopan,
abis salah langsung cabut gitu aja.” Katanya yang sekaligus memasukan jaketnya
kedalam tas, dan menyerahkan paperbagnya kepadaku lagi karena tidak muat
dimasukkan kedalam tasnya.
“iya, nggak apa-apa.”
“gue pulang ya, bye! See you tomorrow!” ia kembali
mengenakan helmnya, membuka kacanya dan tersenyum sebelum akhirnya melajukan
motornya.
bersambung...