You’re Not Really My Best Friend #1

Ditulis oleh: Firasyr

 Sore itu hujan cukup lebat turun, sudah banyak teman-temanku yang pulang lebih dulu. Beberapa diantara mereka kebanyakan yang membawa kendaraan sendiri, berlari menerobos hujan menuju parkiran sekolah. Beberapa lagi menunggu dijemput oleh orang-orang kesayangannya. Beberapa ada yang menunggu ekstrakurikuler berjalan setelah selesai jam sekolah. Aku? Aku sendiri tidak diantaranya. Aku masih terduduk dibangku tempatku menyerap seluruh pelajaran yang diberikan oleh guru-guruku. Kenapa? Pikiranku terbawa suara derai hujan dari atap sekolah, Virgo menyatakannya hari ini. Soal perasaannya.

Virgo adalah sahabatku di sekolah. Pertemuan pertama kami adalah ketika kami melihat sekolah kami saat ini sebelum akhirnya memilih sekolah yang sama. Pertemuan tersebut memang sulit untuk dilupakan. Saat itu sudah kelulusanku dibangku SMP dan Mama memintaku untuk melihat-lihat sekolah yang ingin aku masuki. Sayangnya saat itu aku pergi sendiri, Silfy yang awalnya berjanji untuk menemaniku menyampaikan bahwa ia tidak bisa karena mendadak diare. Akupun pergi sendiri menuju sekolah yang sebenarnya tidak terlalu jauh jaraknya dari rumahku. Aku diperbolehkan melihat-melihat sekolah saat jam pelajaran sudah usai. Menurutku sekolahnya nyaman dan asri. Satpamnya pun terlihat ramah dan baik, namanya Pak Amri. Aku memasuki setiap sudut hanya dilantai dasar dan beberapa sarana prasarana yang ada. Kemudian setelah puas berkeliling aku pun menuju kantin. Namun suatu insiden terjadi, saat berjalan ke kantin terdapat sebuah tikungan. Tiba-tiba saja seorang anak laki-laki dari arah berlawanan yang membawa dua buah jus di tangan kanan dan kirinya menabrakku dengan kencang hingga aku terduduk dan jus yang ia bawa tumpah tepat dibajuku.

“ADUH!” Aku tersungkur duduk dihadapannya yang terlihat kaget.

“Eh! Aduh sori..sori... Gue gak liat, sori..” dia berlari menuju tempat sampah dan membuang jus yang ia beli, kemudian kembali kearahku dan menyodorkan tangannya ingin membantuku berdiri.

“duh baju gue basah semua nih! Gimana sih, jalan hati-hati dong udah tau bawa minuman gada tutupnya gitu!” gerutuku.

“iya maaf, gue salah. Gue buru-buru soalnya ditungguin sama abang gue. Elo sekolah disini?” ia melepaskan Bomber jacket berwarna army yang ia kenakan.

“engga, bukan. Sebentar lagi, mungkin.” Jawabku sambil membersihkan sisa-sisa jus yang menempel di kaos yang ku kenakan.

“kaos lo putih, kalau gitu gue pinjemin jaket gue nanti kalau kita ketemu lagi lo balikin. Gue juga akan jadi siswa disini, jadi pasti kita ketemu lagi. Gue Virgo, maaf udah menyusahkan lo. Gue harus buru-buru, nih pakai!” sambil menyodorkan jaketnya kearahku.

Apa-apaan pikirku, emangnya semudah itu minta maaf dan pergi, “Gak usah, makasih!”

Tiba-tiba dia menarik tanganku dengan paksa dan menaruh jaketnya dilenganku, lalu ia berlari dan mengindahkan penolakanku. Dasar orang aneh, seyakin itu dia ngasih barang ke orang yang baru dia temuin dan nggak dia kenal. Beberapa saat kemudian aku tersadar bahwa orang-orang yang melewatiku memandangi kaosku yang basah, kaos putih yang terlihat merah jambu kehijauan karena jus stroberi dan alpukat yang tumpah tadi. Kemudian secepatnya aku pakai jaket yang laki-laki tadi berikan.

Dua bulan kemudian, ternyata aku keterima di SMA yang aku inginkan. Sekolah yang dekat dengan rumahku dan juga sekolah negeri pertama yang aku duduki selama aku bersekolah. Hari pertamaku sudah bisa ditebak, seperti jaman-jaman sebelumnya mungkin, angkatanku pun diospek. Aku yang berambut pendek sebahu tidak bisa dikuncir banyak hanya bisa tiga saja, sedangkan yang aku lihat siswi lainnya yang berambut lebih panjang ada yang hingga delapan kunciran. Silfy sahabatku di SMP tidak masuk sekolah yang sama denganku. Ternyata ia harus pindah ke Bandung karena Ayahnya dipindahkan didaerah Lembang. Sedih sekali, namun aku harus bisa mencari teman yang baru disekolah ini.

“Hai!!!” seorang anak laki-laki menepuk bahuku. Seseorang yang sepertinya tidak asing diingatanku. Namun aku tidak yakin siapa dia.

Aku hanya tersenyum datar kearahnya. Anak laki-laki berpostur tinggi namun terlalu kurus untuk ukuran tinggi badannya, terus melihatku dengan seksama.

“Elo tuh, yang waktu itukan? Dua bulan lalu kesekolah ini dan gue tumpahin jus di baju lo?”

Lalu aku teringat insiden dua bulan lalu saat aku pertama kali datang kesekolah ini.

“ini gue, Virgo, yang waktu itu pinjemin jaket kesayangan gue! Benerkan, kita ketemu lagi! Hahahaha!!” dia tertawa. Aku justru kesal melihatnya.

“Oh elo ya, gue lupa. Tapi jaket lo gue nggak bawa, gue nggak inget sama lo dan gue nggak terpikir untuk bawa jaket lo itu karena gue pikir kita nggak akan ketemu lagi.”

“Nggak pa-pa, besok bawa ya. Itu jaket kesukaan gue. Oya kita belum kenalan yang benerkan, gue nggak tau nama lo siapa. Gue Virgo kelas 1 IPS 3.”

Hah? Kelas 1 IPS 3 itukan kelas gue. “Gue Cherry, sekelas sama lo, sepertinya.”

“Wah kita jodoh kayaknya, gue baris dibelakang soalnya absen gue 3 terakhir,” katanya, “Tunggu deh, nama lo itu nama buah? Seriusan?”

“panggilan doang, lengkapnya Cherrya Senja Kirana.”

“oh gue ceria, gue kira ceri aja gitu.”

Dan begitulah pertemuan kedua kami disekolah yang ia sebut dengan ‘berjodoh’.

“Nanti ikut gue pas balik, rumah gue deket dari sekolah.”

“wih baru kenal lho kita, tapi gue udah diundang main kerumah, Hahaha!”

“Lo mau jaket lo balik atau engga?” tanyaku malas. Ternyata Virgo orang yang percaya diri tinggi.

Selepas ospek dan waktu sudah menunjukkan pukul 16.15 WIB. Setelah seharian full berputar-putar dilingkungan sekolah akhirnya kami dibubarkan dan diminta untuk segera pulang kerumah dan menyiapkan semua perlengkapan yang diminta untuk dibawa hari esok.

Virgo berlari kearahku yang sudah berjalan pelan sambil mencopot semua kuncir yang aku pakai. “Ceri!! Woy! Cer! Ceriii!” panggilnya. Akupun menoleh padanya sebentar dan kembali memalingkan wajahku ke depan.

“Cer!” panggilnya lagi.

“hmmm..” jawabku malas.

“Gue kerumah lo nih?”

“hmm.” Jawabku singkat.

“Gue bawa motor, cer. Tunggu ya.”

“hmm.”

“ham hem ham hem terus. Tunggu di pos satpam ntar gue kesitu.” Lalu Virgo berlari menuju parkiran untuk mengambil motornya. Cukup lama ia mengambil motornya.  Beberapa teman baruku sudah berlalu lalang, sambil mengucapkan sampai jumpa esok. Kurang dari sepuluh menit, Virgo pun datang membawa motornya. Sebuah motor besar berwarna merah beserta helm full facenya dan jaket kulit berwarna coklat tua. Motornya terlalu besar untuk ukuran tubuhnya yang kurus.

“Cer, ayo naik.” Dengan malas aku mendekatinya.

“jujur gue males naik motor gede kaya gini. Boleh gak gue jalan kaki, lo ngikutin dari belakang?”

“HAHAHA! Lo kira motor gede gini bisa diajak pelan ngikutin lo jalan dari belakang?”

“Emangnya nggak bisa?”

“berat tau. Udah buru naik, kalo takut jatoh peluk aja gue.”

“Heh! Masih kecil jangan peluk-peluk! Udah neng naik, kan enak nggak capek jalan.” Jawab Pak Amir dari dalam pos.

“Ehehe iya, Pak.” Akupun perlahan naik ke atas motornya sembari memegang pundak Virgo yang sudah ancang-ancang lebih kuat menahan bebanku saat menaiki motornya.

“Stop!! Stoppp!!” ini rumah gue. Motornya berhenti melewati pagar rumahku, “lo mau masuk atau tunggu disini?”

“masuk boleh?” tanyanya sedikit kaget.

“kalo mau, engga juga nggak pa-pa. Cuma basa basi aja kok gue.” Aku pun berlalu darinya.

“besok aja deh, gue buluk, malu ketemu orang rumah lo. Hehe..” katanya sambil menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal.

“Cuma ada pembantu gue. Yaudah, lo tunggu sini, kira-kira lima menit.” Kataku sambil membuka selot pagar yang menyangkut. Setelah mengambil jaketnya, aku pun kembali keluar, “Nih, Thanks ya!” sembari menyerahkan paper bag berisi jaket miliknya.

“Thanks juga ya, sori kalo waktu itu gue nggak sopan, abis salah langsung cabut gitu aja.” Katanya yang sekaligus memasukan jaketnya kedalam tas, dan menyerahkan paperbagnya kepadaku lagi karena tidak muat dimasukkan kedalam tasnya.

“iya, nggak apa-apa.”

“gue pulang ya, bye! See you tomorrow!” ia kembali mengenakan helmnya, membuka kacanya dan tersenyum sebelum akhirnya melajukan motornya.


bersambung...

Tidak ada komentar: