FORUM BETAWI REMPUG (FBR) DALAM MEMPERTAHANKAN INTEGRASI BANGSA DAN KESTABILAN NASIONAL



Indonesia merupakan negara dengan beragam etnis dan suku bangsa. Kemajemukan  ini menjadi kekayaan tersendiri bagi bangsa ini, terlebih lagi dengan bentuk geografis Indonesia yang berupa kepulauan. Menjadikan segala bentuk kebiasaan di setiap pelosok negeri ini beragam. Di sisi lain, kemajemukan juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Indonesia. Dengan beragam suku bangsa serta nilai dan norma yang mengatur di dalam elemen suku bangsa itu sendiri, terkadang membuat sulit untuk mengatur dan membina masyarakat untuk berjalan beriringan. Tidak jarang keberagaman ini justru menjadi pemicu konflik horizontal, yang pada akhirnya menyulut disintegrasi bangsa. Meskipun begitu adanya keberagaman ini juga terkadang menyadarkan sekelompok masyarakat untuk lebih sadar akan identitas bangsa yang sama. Adanya kesadaran untuk membantu pemerintah dalam menjaga kestabilan masyarakat. Sekelompok masyarakat ini dengan menganut nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada kelompoknya untuk menciptakan integrasi serta stabilitas di lingkungan masyarakat. Hal ini sangat baik bagi pemerintah, karena dukungan sekolompok masyarakat ini mampu membawa perubahan yang baik dalam pembangunan nasional.
Sekelompok masyarakat atau yang juga dikenal dengan kelompok sosial didalam masyarakat.  Menurut Soejono Soekanto, kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan diantara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong. Salah satu kelompok sosial adalah organisasi kemasyarakatan.  Organisasi kemasyarakatan (Ormas) merupakan perkumpulan masyarakat yang membentuk organisasi yang sifat dan strukturnya teratur, biasanya mulai dari tingkat tertinggi/pusat sampai tingkat terendah/pimpinan di tingkat daerah atau bahkan rukun warga. Organisasi masyarakat adalah sekelompok orang, yang mempunyai visi, misi, ideologi, dan tujuan yang sama, mempunyai anggota yang jelas, mempunyai kepengurusan yang terstruktur sesuai hierarki, kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka memperjuangkan anggota dan kelompoknya di segala bidang kemasyarakatan seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan, kepemudaan, dan lain-lain dalam arti kemasyarakatan seluas-luasnya.
Seperti pada definisi tersebut, Ormas hadir untuk memperjuangkan segala segi kehidupan yang ada di masyarakat.  Ormas juga terbentuk dari adanya kesadaran di dalam kelompok yang secara kolektif membentuk sebuah tujuan. Dengan kemajemukan yang ada di Indonesia tidak jarang nama-nama organisasi kemasyarakatan ini mengandung unsur etnis, suku dan agama yang ada di Indonesia, meskipun dalam pembentukannya ormas ini tidak hanya berfokus pada satu tujuan yang mengedepankan etnis, suku maupun agama yang ada di Indonesia.  Salah satu Ormas yang ada di Indonesia adalah Forum Betawi Rempug atau yang biasa dikenal dengan sebutan FBR.  FBR merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang menggunakan nama etnis yang ada di Indonesia yakni etnis Betawi. Menurut Durkheim, etnisitas merupakan salah satu bentuk dari solidaritas. Solidaritas terbentuk karena adanya satu emosi yang merasa bahwa mereka memilki identitas yang sama. Sama halnya seperti FBR yang lahir berkat solidaritas yang hadir pada masyarakat Betawi karena memiliki identitas yang sama yakni etnis Betawi.
FBR sendiri masuk kedalam kelompok sosial formal sekaligus volunteer. Tergolong  sebagai kelompok formal karena salah satu cirinya adalah adanya peraturan yang mengikat dan harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Sedangkan volunteer, FBR memiliki kepentingan untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya tanpa mengganggu kepentingan masyarakat umum, kelompok volunteer yang saat ini sudah diakui oleh masyarakat. FBR juga hadir atas kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia.
Latar belakang berdirinya Ormas Forum Betawi Rempu ini adalah hasil dari keprihatinan ulama muda Betawi seperti KH. A. Fadloli el-Muhir dan KH. Lutfi Hakim, MA terhadap nasib dan masa depan etnis Betawi yang secara struktural dan kultural terasingkan dan termarjinalkan dari kampung halamannya sendiri yakni Jakarta. Kedua ulama muda tersebut tidak ingin kasus yang terjadi pada suku Aborigin di Australia menimpa masyarakat Betawi. Kemudian pada tanggal 29 Juli 2001, di Pesantren Ziyadatul Mubtadi’ien Cakung, Jakarta Timur, dibentuklah suatu wadah yang menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi, berazaskan Islam serta berlandaskan Al-Qur'an, As-Sunnah, Pancasila dan UUD 1945, yang kemudian dikenal dengan nama: FORUM BETAWI REMPUG yang disingkat FBR. Hingga tahun 2014 Organisasi Forum Betawi Rempug telah mempunyai anggota sebanyak kurang lebih 500 ribu orang dan memiliki 400 gardu se-Jabodetabek. FBR hadir untuk memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat Betawi, sekaligus sebagai bentuk menjaga martabat bangsa yang majemuk agar tidak menimbulkan kecemburuan dan kerawanan sosial. Dengan mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal serta memberdayakan masyarakat sekaligus sebagai alat untuk memajukan bangsa dan menjauhkan disintegrasi bangsa dengan menyatukan kembali elemen-elemen masyarakat agar tidak terpecah-belah. Darisanalah tokoh-tokoh muda Betawi bersatu dengan pemahaman agama serta taggung jawab atas masyarakat yang adil dan makmur dan di Ridhoi oleh Allah SWT. Adapun tujuan konkret di dirikannya FBR yakni:
1.      Membina hubungan persaudaraan yg kokoh di antara sesama masyarakat Betawi dan masyarakat lainnya demi terciptanya kehidupan yg aman, nyaman, dan damai serta bahagia dunia dan akhirat.
2.      Membina hubungan kerjasama dengan pemerintah dan lainnya dalam melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat demi tercapainya kesejahteraan sosial.
3.       Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Betawi melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan serta penyaluran kerja.
4.      Meningkatkan peranan masyarakat Betawi dalam berbagai aspek kehidupan.
5.      Melestarikan dan mengembangkan seni budaya Betawi sebagai bagian dari kebudayaan Nasional.
6.      Melaksanakan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar, sesuai dgn ajaran agama.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut nampak bahwa FBR di dirikan selain untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Betawi yang termarjinalkan oleh hegemoni pembangunan, sekaligus sebagai organisasi dakwah dan untuk kesejahteraan sosial. Kehadiran FBR juga merupakan upaya  pelestarian seni budaya Betawi sebagai bagian dari kekayaan bangsa. Dalam pelakasanaannya kental akan ajaran agama. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa FBR dibentuk sebagai alat atau wadah untuk mempertahankan integrasi bangsadan kestabilan nasional.
Salah satu bentuk aksi FBR dalam mempertahankan integrasi bangsa dan kestabilan nasional yakni pada tanggal 21 Mei 2017 lalu, Polisi Metro Bekasi Kota bersama FPI dan FBR Jati Cempaka, meringkus 48 orang anggota geng otor yang berulah di Jatiwaringin, Pondok Gede, Kota Bekasi. Ke-48 remaja tersebut ditangkap di Gang Subur, kelurahan Jatiwaringin, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. Mereka di duga melakukan pengeroyokkan terhadap sekelompok remaja yang mengakibatkan satu orang mengalami luka. Yang kemudia korban tersebut harus dilarikan kerumah sakit Polri Kramat Jati. Adapun korban tewas bernama Luky Lubis (19). Geng motor bernama “Tambun 45” itu melakukan penyerangan pada Minggu, 21 Mei 2017 pukul 02.00 WIB. Mereka berangkat dari base-campnya disebuah underpass di Tambun sebanyak 120 orang dengan berboncengan 50 motor. Kemudian massa bergerak ke arah Bekasi dengan tujuan akan menyerang geng Perumpung dengan titik temu di Taman Mini. Namun di SPBU Jatiwaringin anggota geng Tambun 45 tersebutdihalau oleh anggota Polsek Pondok Gede bersama dengan ormas FBR dan FPI.
Berdasarkan kasus tersebut, FBR telah membuktikan bahwa mereka hadir untuk membantu pemerintah dalam menjaga kestabilan nasional serta menjaga integrasi bangsa. Geng motor yang kerap meresahkan warga merupakan kelompok yang mengalami disfungsi sosial dalam masyarakat. Mereka telah membuat kerusakan dalam keharmonisan bangsa. Dalam Teori Struktural Fungsional, masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem sosial yang berpegang dalam nilai-nilai general yang ada di masyarakat. Sedangkan sistem sosial sendiri selalu mengejar keseimbangan dan menghindari konflik di dalam masyarakat. Dalam struktural fungsional setiap bagian dan sistem saling terhubung serta berkontribusi melalui perannya dalam mencapai tujuan dan memproduksi atau mempertahankan sistem tersebut.
Dalam kasus geng motor, mereka telah menjadi sebuah kelompok sosial yang gagal menerapkan nilai-nilai general di dalam masyarakat bahkan telah memunculkan konflik di masyarakat. Untuk memperjelas kasus geng motor dengan menganalisis menggunakan teori struktural fungsional, ada baiknya kita menggunakan analogi tubuh seperti pandangan Talcott Parsons. Parsons menganalogikan tubuh (masyarakat) sebagai sebuah  sistem yang memilki struktur dan berjalan sesuai fungsinya, apabila salah satu bagian tubuh terasa sakit maka akan  mengganggu keseimbangan tubuhnya, maka dari itu bagian tubuh yang sakit tersebut harus di perbaiki karena telah mengalami disfungsi. Jika menganalogikannya secara langsung kedalam sebuah masyarakat, geng motor diibaratkan sebagai sebuah patologis bagian tubuh yang mengalami gangguan (disfungsi sosial). Sekelompok remaja yang telah mengganti nilai-nilai serta norma-norma yang dianut masyarakat menjadi nilai-nilai yang mereka yakini kebenarannya dan dijadikan ideologi baru, yang justru dapat menjerumuskan mereka pada suatu ideologi yang dinyatakan oleh masyarakat mengalami disfungsi atau ketidakseimbangan sistem sosial. Disinillah sistem sosial akan mengalami adaptasi untuk membenahi disfungsi tersebut atau me-re-organisasi susbsistemnya hingga tercapainya keharmonisan sosial. Adaptasi dalam kasus ini, terlihat melalui aksi Polri bersama FBR dan FPI yang mencoba untuk meluruskan kembali disfungsi sosial yang terjadi di dalam masyarakat dalam  hal ini geng motor Tambun 45.
Selain itu FBR sebagai suatu sistem sosial telah menjalankan salah satu tujuan dari organisasi kemasyarakatan yang mereka pegang teguh, yakni, membina hubungan kerjasama dengan pemerintah dan lainnya (Polri dan masyarakat serta Organisasi Kemasyarakatan lainnya) dalam melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat demi tercapainya kesejahteraan sosial. Anggota FBR yang seperti kita ketahui merupakan masyarakat yang secara sukarela ingin menjadikan suatu masyarakat sejahtera dengan mencapai keamanan nasional. Dengan terciptanya masyarakat yang sejahtera, serta aman, maka kestabilan serta integrasi pun akan tercipta. Apabila mengambil dalam bahasa struktural fungsional yaitu terciptanya keharmonisan sosial. Selain itu, seperti menurut Talcott Parsons, sistem sosial dapat mengalami perubahan melalui proses (evolusi) namun lebih praktis. FBR yang dilatarbelakangi oleh identitas etnis yang sama dan membentuk sebuah organisasi kemasyarakatan telah menunjukkan bahwa terdapat sebuah norma yang mengalami evolusi untuk tetap menjaga integrasi sistem sosial. Etnisitas dalam ormas FBR telah memperlihatkan bahwa bentuk solidaritas etnis telah berubah menjadi sebuah pranata sosial. Sekali lagi FBR hadir dengan nilai-nilai general dimasyarakat dnegan mengutamakan terjaganya integrasi sistem sosial atau keadaan normal (equilibrium). Dengan begitu, FBR dapat dikatakan telah menjadi suatu sistem sosial yang ada di dalam struktur masyarakat yang memiliki fungsi untuk menjaga keharmonisan sosial melalui tujuan-tujuannya yang dicapai dengan nilai-nilai didalam kelompoknya.


REFERENSI
·      Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 2011. Laporan Pengkajian Hukum Tentang Pran dan Tanggung Jawab Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional.
·      Bahan Ajar Hubungan Antar Kelompok dan Gerakan Sosial, Sosiologi Pembangunan Universitas Negeri Jakarta, oleh Umar Baihaqki, M.Si selaku dosen Matakuliah Hubungan Antar Kelompok dan Gerakan Sosial.
·      Bahan Ajar Masalah-Masalah Sosial Di Indonesia, Sosiologi Pembangunan Universitas Negeri Jakarta, oleh Dr. Ikhlasiah Dalimonthe, M.Si selaku dosen Matakuliah Masalah-Masalah Sosial Di Indonesia.
·      Handayani, Sri Rahayu. Modul 6: Kelompok Sosial. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Mercubuana.
·      Priyambodo, Kinsandani. 2012. Organisasi Massa Dalam Dinamika Politik Lokal(Studi Kasus Peran Forum Betawi Rempug Dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta).
·      http://rebutjakarta.blogspot.co.id/p/tujuan-didirikannya-fbr.html diakses pada tanggal 20 Juni 2017.

Tidak ada komentar: