Diary of College..
Diary ini merupakan bentuk tugas mingguan yang wajib dikerjakan mahasiswa UNJ
khususnya prodi Sosiologi Pembangunan B 2014, sebagai bentuk pertimbangan nilai
diakhir semester enam ini.
Pada pertemuan ini
telah dibahas mengenai “Gambaran Kondisi HAM Di Dunia Secara Umum”. Terdapat paling
tidak empat gambaran besar yakni:
1. Adanya suatu perbedaan pandangan dalam dunia
internasional yakni, HAM Relativisme dan HAM Universalisme. Perbedaan tersebut yang
berujung pada suatu statemen atau labeling bahwa Hak merupakan Produk Barat. Bagi
negara dunia ketiga, apa yang ada pada negara Barat harus difilter terlebih
dahulu. Negara dunia ketiga, termasuk Uni Soviet tidak menginginkan produk Barat.
Pemimpin dunia berusaha untuk mengarahkan HAM, sehingga puncaknya tercetusnya Declaration Of Human Rights pada tahun
1948 oleh PBB. Latar belakang adanya keinginan HAM sebagai pedoman dan
sekaligus sebagai menyamakan persepsi yaitu adanya kekejaman pasca Perang Dunia
Ke-II. Dimana kekejaman tersadis terjadi. Seperti yang dilakukan oleh Hitler
pada kaum Yahudi, Jerman dan beberapa negara Eropa Barat yang menjadi
jajahannya. Kejadian ini menjadi kekuatan besar untuk negara-negara untuk
melihat HAM secara Universal, maka terbentuklah PBB. Catatan kelam Bosnia tahun
1990an, bantuan internasional telat. Tetapi dengan adanya perjuangan pemikiran
tersebut membuat perjanjian ham internasional. Jadi ada gunanya HAM tersebut
walaupun tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal seperti itu lagi. Setidaknya
kejadian-kejadian tersebut telah ditekan.
2. Declaration
Of Human Rights bukan merupakan suatu keputusan yang pasti, bukan merupakan
dasar hukum. Tidak ada kesepakatan anggota negara PBB, hanya berupa himbauan,
bukan suatu hukum yang mengikat bagi semua negara yang telah merativikasi
ketentuan PBB. Belum ada ketentuan hukum yang ada hanya kekuatan moral. Declaration Of Human Rights merupakan
hasil kesepakatan bersama. Pemimpin negara dalam PBB membuat aturan HAM sebagai
sesuatu yang mengikat dalam konvensi. Hal ini diratifikasi oleh beberapa negara
untuk mengadopsiny akedalam peraturan perundangan. Kalau sudah diratifikasibaru
dapat diakui. Hal ini menimbulkan perdebatan panjang dimana terjadi akomodasi
kepentingan-kepentinga. Ada negosiasi atau hubungan timbal balik dalam
perdebatan tersebut, yaitu perdebatan mengenaik Hak asasi Manusia Barat dan Pertentangan
hak sipil politik dan hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob). Terdapat empat
generasi HAM yang diakui oleh PBB. Namun permasalahan kembali muncul dimana
negara maju mengutamakan hak sipil politik (penguatan hak individu) atau yang
disebut hak negatif dan absolut. Dalam pelaksanaannya negara dunia ketiga telah
condong kepada hak ekosob/ atau lebih mengarah pada hak komunal atau kelompok. Pelaksanaan
dalam negara berkembang tidak dapat berjalan beriringan jadi sewaktu adanya
pembangunan yaitu penggabungan hak sipil dan politik makan akan
tersendat-sendat dan pembangunan yang dilakukan haruslah secara masif. Sehingga
ada aturan dalam negara dunia ketiga tanah memiliki fungsi sosial, sedangkan
negara maju , tanah merupakan hak milik. Jadi hak ekosob haruslah terpenuhi
terlebih dahulu kemudian hak sipil dan politik.
3. Pada tahun 1948,
muncul negara-negara koloni baru. Konsekuensi dari negara-negara ini yaitu
membutuhkan pembangunan yang kaya akan SDA. Disisi lain mereka harus melakukan
pembangunan agar kesenjangan dapat teratasi. Oleh karena itu, banyak dari mereka
untuk memperebutkan pendanaan dari negara-negara maju. Tapi negara maju yang
memiliki dana sangat terbatas. Dan atersebut tidak hanya ada dinegara taoi juga
ada dierusahaan multinasional yang dapat menggerakan pembangunan ekonomi. hal
tersebut utnuk meningkatkan perekonomian dan mengurangi pengangguran.
4. Akhirnya, masuklah perusahaan-perusahaan tersebut
kedalam negara dunia ketiga, tapi menimbulkan pengaruh HAM, yaitu peningkatan
HAM karena perusahaan dan warga sering terjadi cekcok, tapi negara lebih
membela perusahaan. Gambaran terakhir, akhirnya, praktisi-praktisi mengusulkan
pembangunan berwawasan HAM. Tapi, ada perdebatan lagi, apakah perushaan dapat
menjadi aktor dalam menanggulangi pelanggaran HAM? Ada yang mengatakan
perusahaan bisa dituntut, namun ada juga yang tidak karena mengatakan bahwa
aktor adalah individu-indidvidu yang terlibat dalam pelanggaran HAM.