Secara ringkas liberal citizenship, terdapat 5 pokok pikiran yaitu:
(1) kewarganegaraan merujuk pada keanggotaan penuh;
(2) kewarganegaraan mengacu kepada hak dan kewajiban seseorang di dalam komunitas politik;
(3) kewarganegaraan merujuk kepada otonomi individu didalam komunitas politik/negara;
(4) kewarganegaraan liberal pada dasarnya adalah satu set hak-hak individual;
(5) dengan kembali merujuk pada rumusan Marshall, maka kewarganegaraan adalah “...status yang diberikan kepada mereka yang anggota komunitas. Semua yang memiliki status ini setara kedudukan nya terkait hak dan kewajiban yang terkandung dalam status tersebut”. secara umum liberalisme klasik mengasumsikan manusia sebagai individu rasional, bebas otonom, dan penentu nasibnya sendiri jauh sebelum terbentuknya formasi negara.
Secara umum liberalisme klasik mengasumsikan manusia sebagai individu rasional bebas, otonom, dan penentu nasibnya sendiri jauh sebelum terbentukan formasi negara. Pemikiran ini berasal dari Thomas Hobbes dan John Locke. Manusia bagi Hobbes adalah homo homini lupus – serigala bagi sesamanya. Bagi Hobbes manusia adalah makhluk rasional. Kedua, setiap orang lahir dalam keadaan bebas dan setara. Ketiga, manusia mempunyai hak untuk melakukan segala hal. Keempat, manusia adalah makhluk yang didalam dirinya inheren dorongan untuk memuaskan kepentingan diri. Kelima, manusia bersifat antisosial. Kodrat egoistis dan anti-sosial manusia yang mengantarkan Hobbes kedalam pemikiran mengenai commonwealth atau pemerintan sipil dan posisi indidu didalamnya. Di dalam state of nature individu disebut Hobbes memiliki hak untuk melakukan apapun, oleh karena itu maka kontrak berarti menyerahkan segala macam hak akan segala hal kepada satu orang yang ditunjuk dan disepakati bersama-sama sebagai pemegang kedaulatan. Tujuan dijalinnya kontrak ialah untuk memperoleh perlindungan atas kebebasan, properti (simbol keunggulan), serta keselamatan jiwa dari ancaman yang lain. Men mutual fear disebut Hobbes sebagai motif utama yang mendorong individu keluar dari state of nature dan memasuki civil society. Dengan kata lain dibentunya pemerintahan sipil adalah mengatasi rasa takut. Oleh karena iitu maka pemerintahan sipil, pertama-tama adalah institusi politik yang diproyeksikan untuk menjamin personal security, yang dilakukan dengan terlebih dahulu menempatkannya sebagai institusi penegak ketertiban. Secara umum hobbes hanya membicarakan kedaulatan negara dan fungsi negara sebagai instrumen pemeliharaan ketertiban.
John Locke memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran Locke dalam konteks kewargaan liberal utamanya mengenai siapa itu manusia dan rumusannya tentang motif yang mendorong manusia meninggalkan state of nature dan memasuki formasi pemerintahan sipil. Bagi Locke state of nature antara lain ditandai dengan beberapa karakter sebagai berikut; pertama, state of nature adalah a state of perfect freedom. Kedua¸ state of nature adalah a state of equality. Ketiga, state of nature memiliki hukum alam yang berfungsi sebagai acuan hukum setiap orang yang berada di dalamnya. Keempat, dalam state of nature setiap orang memiliki kewenangan eksekusi terhadap pelanggaran hak yang dilakukan oleh orang lain.namun hal ini justru merujuk pada cacact/ ketidaksempurnan state of nature. Untuk mengatasi kecacatan tersebt Locke mengajukan konsep pemerintahan sipil, dimana kekuasaan politik di bidang hukum yang secara khusus diproyeksikan sebagai instrumen politik untuk melindungi hak milik manusia (life, liberty dan estate). Kontribusi terpenting Locke terhadap kewargaan liberal: pertama, manusia secara esensial bebas, setara, rasional dan seacara alamiah memiliki hak individual yang tidak boleh dicampuri atau dilanggar. Kedua, kewarganegaraan liberal memandang dan memosisikan negara lebih sebagai pelindung properti individu melalui kekuasaan politik yang kencakup tiga fungsi (legislasi, eksekusi, security). Ketiga, kontrak sebagai dasar pembentukan pemerintahan sipil. Keempat, teori properti.
Dalam tradisi pemikiran liberal, hubungan antara individu dengan negara bersifat egaliter dan resiprokal. Negara memiliki peran sebagai pelaksana kontrak yang dijalin individu-invidiu secara voluntaristik dan rasional. Kebebasan dalam liberalisme dipahami sebagai kondisi non-interfence atau otonomi penuh dalam meraih dan mengelola kepenting pribadi. Kondisi non-interfence berasal dari pandangan Hobbes dan Locke yang sama-sama menjelaskan bahwa by default manusia terlahir dalam keadaan bebas dan merdeka. Karena kondisi asali yang sedemikian ingin terus membentuk pemerintahan sipil. Maka aliansi-nya dimaksudkan sebagai upaya agar kebebasan dalam pencarian kepentinan diri berlangsung secara aman, damai dan tanpa ancaman yang merugikan keselamatan jiwa maupun properti-properti individual lainnya. Dalam konteks kehidupan bernegara, kondisi non-interference dimungkinkan dengan diakuinya seperangkat hak-hak individual. Yang menjadi perhatian Locke adalah pemosisian hukum sebagai instrumen sosial politik untuk menangani pertikaian atau benturan dalam proses pencarian kepentingan pribadi. Formulasi hukum yang baik adalah yang membuka peluang seluas-luasnya pada kebebasan individu dalam mengejar kepentingan-kepentingan pribadinya. Stabilitas masyarakat politik dalam kewargaan liberal sepenuhnya dibebankan pada peranan negara sebagai regulator sekaligus penegak hukum.
Pemikiran hak-hak individual adalah dimensi mental dari seluruh privilese yang dinikmati seseorang di dalam negara. Dalam tipologi Marshall, hak yang dirumuskan oleh Hobbes dan Locke diklasifikasikan sebagai civil rights atau hak-hak sipil (kebebasan individu, hak kepemilikkan, hak-hak yang berkait dengan keebasan individual) sedangkan hak politik adalah hak individu untuk berpartisipasi dan memengaruhi urusan-urusan kepublikan. Hak-hak sipil dan politik berkembang secara evolutif.
Ciri-ciri penting warga negara yang baik menurut Rawls adalah warga negara yang menyadari implikasi dari identitas esensialnya sebagai makhluk rasional. Warga negara yang baik juga terletak pada kemampuannya untuk terlihat seaca deliberatif dalam urusan-urusan kepublikan berdasarkan satu cakupan nilai kepolitikan tertentu. Baginya ada batas prinsipil tertentu yang terlebih dahulu mesti diletakkan sebagai acuan bersama dalam praktik kewarganegaraan deliberatif yaitu seperangkat nilai-nilai yang mencakup kesetaraan politik, kebebasan sipil, kesamaan yang adil, kesetaraan sosial dan resiprokalitas. Keterlibatan secara deliberatif di dalam urusan-urusan kepublikan adalah karakter terpenting seorang warga negara yang baik. Fungsi keterlibatan secara deliberatif adalah untuk menyelesaikan beragam persoalan yang menyangkut kebaikan semua pihak.