Gerakan Pengumpulan Koin: Implementasi Gerakan Sosial Baru Sebagai Bentuk Perubahan Sosial


Dewasa ini masyarakat lebih peka terhadap keadaan sekitarnya. Terlebih lagi dengan penyampaian informasi yang semakin mudah dan cepat melalui media sosial. Berbagai permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat akan dengan mudah tersebar luas. Karya tulis ini akan membahas mengenai gerakan penggalangan dana sebagai bentuk gerakan sosial baru yang sering muncul pada saat ini. Gerakan sosial baru sendiri merupakan bentuk tindakan kolektif yang bertujuan untuk merevisi atau menciptakan relasi baru yang sebelumnya dianggap timpang. Oleh karena itu, isu dan strategi dari gerakan kolektif tersebut terkesan dekat dengan realitas sehari-hari di dalam masyarakat. Gerakan sosial baru biasanya dilatarbelakangi oleh isu baru seperti hak sipil, budaya, gender, kemiskinan, sosial, dan kemanusiaan. Penggalangan dana merupakan salah satu bentuk gerakan sosial baru yang menuntut perubahan sosial kemanusiaan.
Di Indonesia sudah beberapa kali dilakukan gerakan pengumpulan koin.

Diawali oleh Koin Untuk Prita pada tahun 2009. Seperti yang pernah ramai dibicarakan pada pemberitaan tanah air, kasus Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang Selatan, dimana Prita dituntut atas tuduhan pencemaran nama baik RS Omni Internasional. Bermula pada milis Prita mengenai keluhannya yang merasa bahwa RS Omni telah merugikan dia secara fisik dan materi, yang tersebar luas di Internet dan akhirnya di ketahui oleh pihak rumah sakit. RS Omni pun akhirnya mengajukan kasus pencemaran nama baik ini ke meja hijau dan Prita dijatuhi denda sebesar Rp 204 juta. Masyarakat yang bersimpati kepada Prita akhirnya melakukan penggalangan dana, bahkan musisi tanah air pun ikut meramaikan dengan menjual merchandise mereka. Berkat gerakan tersebut terkumpullah uang sebanyak Rp 825 juta, meskipun pada akhirnya RS Omni memutuskan untuk menghapus denda tersebut. Alhasil, hasil penggalangan dan atersebut diberikan kepada yayasan atau lembaga yang menaungi masalah anak ataupun kesehatan (www.rappler.com).

Gerakan pengumpulan Koin Untuk Prita sepertinya telah menginspirasi masyarakat Indonesia. Setahun setelah penggalangan dana Koin Untuk Prita, di tahun 2010, masyarakat kembali beraksi mengumpulkan dan untuk bayi Bilqis Anindya Passa. Putri pasangan Dewi Farida dan Donny Ardianta ini membutuhkan dana sebesar Rp 1 milyar untuk menjalani operasi cangkok hati. Bilqis menderita atresia bilier, yaitu kondisi dimana saluran empedunya gagal berfungsi. Karena sakitnya tersebut, kulit Bilqis menjadi hitam, matanya berwarna kuning, dan perutnya mengembung. Feses yang ia keluarkan baerwarna seperti dempul. Berbagai cara di tempuh untuk menggalang dana Koin Cinta Untuk Bilqis, melalui kotak-kotak amal yang ditaruh di Mall Blok M sampai penyebarluasan melalui media sosial. Meskipun pengumpulan dana tersebut sempat tersendat, pada akhirnya penggalangan dana tersebut berhasil terhimpun sebesar Rp 1,3 milyar. Namun sayang, Bilqis terlebih dahulu meninggal dunia sebelum sempat menjalani operasi. Dan orangtua Bilqis akhirnya menyumbangkan dana tersebut untuk bayi-bayi lain yang berkondisi sama seperti anaknya (www.rappler.com).

Selain dua gerakan tersebut adapun gerakan Koin Untuk KPK. Gerakan tersebut merupakan bentuk kesadaran masyarakat agar pemberantasan korupsi di Indonesia segera di tegakkan. Gerakan yang berlangsung pada tahun 2012 ini bertujuan untuk memberikan sumbangan kepada Pemerintah untuk membangun gedung KPK yang baru. Gedung yang membutuhkann biaya sebesar Rp 225,7 miliar ini sebenarnya sudah disepakati dalam pembiayaan dana Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Namun tidak digubris oleh DPR sehingga dana tersebut tidak cair. Masyarakat merasa sikap DPR saat itu justru menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia, dan akhirnya diputuskan untuk menggalang dana dan terhimpun sebesar lebih dari Rp 403 juta. Namun saat gerakan ini berakhir, Komisi III DPR RI sudah menyetujui anggaran pembangunan gedung baru. Akhirnya uang tersebut di berikan ke Kementrian Keuangan, dan masu dalam kategori Hibang Langsung yang bersumber dari dalam negeri (www.rappler.com)..

Gerakan selanjutnya yaitu Koin Untuk Australia. Gerakan sebagai bentuk protes Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh di tahun 2015 atas pernyataan mantan Perdana Menteri Australia Tony Abott. Berawal dari dua orang warga Australia yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang akan menghadapi eksekusi mati, Abott meminta Indonesia menghentikan hukuman tersebut dengan mengungkit bantuan Australia pada saat tsunami Aceh. Aksi ini mengumpulkan koin berjumlah Rp 4 juta lebih. Yang rencananya akan diberikan kepada Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Namun, aksi ini berheti karena adanya rencana penundaan eksekusi, meskpun pada akhirnya dua warga negera Australia tersebut tetap di hukum mati (www.rappler.com).

Tak hanya masyarakat, sepertinya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi terinspirasi akan gerakan koin ini. Ia menggalang dana untuk membantu Rio membayar utangnya ke Manor Racing. Dimana utang tersebut sebesar 5,25 juta euro, dan harus dilakukan pelunasan sebesar 9,75 juta euro. Karena belum menemukan sponsor yang mau melunasi, penggalangan dana tersebut disebarluaskan kepada masyarakat, dan berhasil mengumpulkan Rp 262 juta untuk pembalap muda Indonesia. Meskipun jumlah tersebut belum mencukupi pelunasan utang Rio agar mendapatkan kursi di Formula 1 (www.rappler.com).

Ditahun 2016 pun terjadi kembali gerakan pengumpulan koin di Indonesia. Koin tersebut merupakan gerakan sosial sebagai bentuk empati kepada seorang pemilik warung makan yakni Ibu Saeni. Ibu Saeni digrebek oleh Satpol PP Serang karena tengah berjualan pada siang hari disaat bulan Ramadhan. Satpol PP saat itu merusak dan membuang semua masakan yang ia jajakan, karena menurut mereka Ibu Saeni tidak toleransi pada masyarakat muslim yang tengah berpuasa. Kasus Ibu Saeni lantas tersebar luas di media sosial beserta foto Satpol PP yang sedang ‘mengamuk’. Masyarakat pun berempati dan merasa bahwa perilaku yang dilakukan oleh Satpol PP tersebut merupakan bentuk barbarisme karena selain membuang masakan yang dijual mereka juga merusak peralatan memasak serta atribut yang ada di warung tegal tersebut. Masyarakat pun akhirnya melakukan penggalangan dana untuk Ibu Saeni yang tidak bisa berjualan selama bulan Ramadhan tersebut karena terpaksa ditutup oleh Satpol PP yang bertugas. Penggalangan dana ini pun menghasilkan dana berujumlah Rp 265 juta (www.rappler.com).

Beberapa gerakan pengumpulan koin di atas telah mencerminkan bahwa terjadinya gerakan sosial tersebut dilatarbelakangi oleh adanya tindakan kolektif masyarakat. Tindakan kolektif tersebut berdasarkan rasa empati masyarakat yang ikut berkontribusi dalam memberikan koin untuk gerakan tersebut. Selain itu bentuk gerakan sosial ini tergolong pada gerakan sosial baru, karena isu yang dapat dipetik dari beberapa kasus diatas merupakan realitas yang ada di masyarakat. Seperti pembahasan di awal. Gerakan sosial baru lebih membahas pada isu-isu sosial, budaya, kemanusiaan, lingkungan, gender, kemiskinan dan sebagainya. Gerakan pengumpulan koin ini merupakan bentuk implementasi gerakan sosial baru dalam kategori sosial dan kemanusiaan. Meskipun pada kenyataannya beberapa tujuan dari gerakan pengumpulan dana tersebut tidak tercapai, namun aksi tersebut tetap berjalan dan menunjukkan bahwa aksi tersebut merupakan tindakan kolektif yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk implementasi gerakan sosial baru sebagai bentuk perubahan sosial dalam aksi kemanusiaan.

Referensi:
Diolah dari http://www.rappler.com/indonesia/136188-gerakan-pengumpulan-dana diakses pada Minggu, 30 April 2017.
Power Point Gerakan Sosial oleh Umar Baihaqki, M.Si selaku dosen Sosiologi Pembangunan matakuliah Hubungan Antar Kelas dan Gerakan Sosial

Tidak ada komentar: